Selasa, 26 Agustus 2008

RENE DUTROCES

Rene Descartes(1596 – 1650)

Masa kecil
Dua belas tahun setelah meninggalnya Cardano, lahirlah anak dari sebuah keluarga terpandang di Perancis, Rene Descartes. Ibunya, Jeanne Brichard, meninggal beberapa hari setelah melahirkan dan bayinya pun dalam kondisi lemah. Bayi ini tumbuh meskipun dengan wajah pucat, menderita batuk kering turunan ibunya – barangkali indikasi TBC. Mempunyai dua kakak – laki dan perempuan – setelah ayahnya menikah lagi. Descartes muda tidak banyak mempunyai teman. Barangkali kurang dari enam orang, tetapi semuanya adalah sahabat setianya. Pergaulan paling dekat justru dengan inang pengasuh dan beberapa wanita tetangganya.Pendiam dan memberi kesan seorang “kutu buku” sehingga ayahnya menjulukinya dengan sebutan “filsuf.” Anak kecil serius ini pada umur sepuluh tahun dikirim ke sekolah Jesuit di La Fleche yang terkenal di seluruh Eropa. Salah satu teman akrab Descartes adalah Mersenne. Kelak Mersenne ini selalu diberitahu Descates tinggal, karena Descartes senang menyepi, tidak mau diganggu dan mengarang tentang topik-topik kesenangannya. Di sekolah ini Descartes belajar logika, etika, metafisik, sejarah dan ilmu pengetahuan sebelum belajar aljabar dan geometri tanpa guru.

Menjadi obyek penelitian

Ketika mendaftar di sekolah La Fleche, rektor sekolah itu, Pastor Charlet, menyukai anak kecil berwajah pucat ini karena dapat dijadikan obyek penelitian. Pastor ini mengemukakan hipotesis bahwa ada hubungan erat antara tubuh [body] dan pikiran [mind]. Untuk itu Pastor kepala ini berusaha memperbesar tubuh anak ini, memberi pendidikan dan bimbingan untuk mengasah pikirannya. Melihat bahwa anak kecil ini perlu banyak istirahat, maka Pastor kepala ini memberi “jatah” istirahat kepada Descartes lebih dari yang lain. Dengan rekomendasinya, Descartes kecil diperkenankan tidur selama dia mau, bangun sesuka hati dan tidak perlu disiplin hadir seperti halnya teman-teman lainnya. Tidak lah mengherankan bahwa hampir setiap pagi, seumur hidup Descartes, waktunya dihabiskan di tempat tidur saat dia perlu berpikir. Akan selalu dikenang bahwa pagi yang tenang dan sedikit meditasi adalah sumber inspirasi bagi filsafat dan matematika. Akar filsafat yang didasari oleh skeptikisme rasional membuat dia menyatakan “Cogito ergo sum” (Saya berpikir, maka saya ada).Pelajaran bahasa Latin, Yunani dan bahasa-bahasa negara Eropa lainnya diperoleh selama sekolah. Lulus dengan pesan dari para guru-gurunya bahwa sekarang dia memasuki dunia nyata. Persahabatan dengan Pastor Charlet tetap terjalin bahkan akhirnya terjalin persahabatan abadi antar dua manusia beda generasi ini.

Filsafat Descartes

Ketiga mimpi yang dialami Descartes membuat dia berupaya menafsirkan bahwa: dia sudah menjelajah dunia [di bawa angin], dihadang kekuatan besar yang tidak dapat dikendalikan [angin] tapi tidak mencederainya dan dia sekarang ada pada persimpangan jalan kehidupan yang harus dia pilih [Jalan kehidupan apa yang harus kutempuh]. Guntur adalah peringatan baginya bahwa jangan sampai terlambat dan kamus menunjuk bahwa dia harus menekuni ilu pengetahuan. Mencari kebenaran adalah karir pilihan baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang ditulis pada buku harian, “Saya mulai memahami dasar-dasar penemuan spektakuler … Semua sains saling terkait seperti rantai.” Semua sains terhubung sama halnya theorema geometri menyebabkan dia mengemban tugas berat untuk menemukan hubungan-hubungan dan mata-rantai mata-rantai dalam pencarian alasan. Descartes bertekad untuk mengembangkan matematika dan filsafat. Pendekatan untuk memahami kedua topik di atas didasari pada ketentuan-ketentuan sbb.:1. Tidak akan/jangan pernah menerima kebenaran dimana saya tidak benar-benar memahaminya.2. Bagilah setiap kesulitan-kesulitan ke dalam kategori tertentu menjadi bagian-bagian kecil apabila memungkinkan.3. Mulailah penyelesaian dari yang sederhana dan mudah sebelum menuju ke jenjang yang lebih kompleks.4. Buatlah dengan cermat dan periksa secara menyeluruh sampai merasa yakin tidak ada yang diabaikan.

Bertemu Isaac Beeckman

Pada suatu kesempatan, di Breda, ketika dia berjalan-jalan, dilihatnya kerumunan orang dan Descartes yang diliputi rasa ingin tahu datang menghampiri. Di tengah kerumunan berdiri orang tua yang menantang siapa pun yang dapat memecahkan problem matematika. Memecahkan problem itu mudah baginya namun mengalami hambatan bahasa membuat Descartes berteriak-teriak mencari orang yang dapat menterjemahkan bahasa ibunya – Perancis, ke dalam bahasa Belanda. Muncul seorang lelaki setengah baya dengan senang hati menawarkan jasanya. Penterjemah itu tidak lain adalah Isaac Beeckman, matematikawan terkemuka Belanda saat itu, menyatakan bahwa problem matematika tersebut terlalu mudah karena langsung dapat dipecahkan. Beeckman heran, seorang prajurit dapat memecahkan problem matematika pastilah bukan prajurit biasa. Mereka saling berkenalan dan sejak saat itu Isaac Beeckman menjadi teman sekaligus pembimbing Descartes. Atas anjuran Beeckman pula lah, Descartes mau menekuni matematika kembali. Untuk memancing minat akan matematika, Descartes diberi tugas memecahkan problem termasuk menemukan hukum kecepatan jatuhnya benda yang sudah dirintis oleh Galileo. Galileo menemukan bahwa kecepatan jatuhnya benda adalah 32t kaki per detik kuadrat, di mana t adalah jumlah detik. Untuk ukuran ilmu pengetahuan, kecepatan itu dianggap terlalu lamban dan tidak efisien.Kartesian

Sumbangsih

Menghubungkan aljabar dengan geometri barangkali adalah karya besar Descartes. Suatu persamaan aljabar dapat diekspresikan ke dalam bentuk geometri. Bentuk lingkaran, elips, hiperbola, parabola dapat diekspresikan dalam persamaan-persamaan aljabar. Ditambah dengan sistem Kartesian (menggambar dalam potongan sumbu x dan sumbu y – pada titik (0,0) yang membentuk 4 kuadran memudahkan para matematikawan mengformulasikan hal-hal yang selama ini merupakan obyek-obyek yang kasat mata menjadi nyata. Peranan Descartes dalam filsafat juga layak ditonjolkan. Lewat “aksioma-aksioma”, Descartes meletakkan fondasi atau pilar bagi pengembangan matematika di kemudian hari oleh matematikawan lain. Seperti ucapan Newton – yang terkenal, “Saya berdiri di pundak raksasa.” menunjuk pencapaian Newton tidak lepas dari peran raksasa itu. Salah satu raksasa itu adalah Descartes. (Raksasa lain adalah Galileo dan Kepler).



1 komentar:

Aganix Bongot Tua Sinaga mengatakan...

oiiii noeg......,,,/,,..///,,./

cuma numpang lewat...
okh iya.,..,,
sambil promosi neh..
aganix.blogspot.com